Cerpen ini dibuat untuk tugas bahasa indonesia tapi baru bisa posting sekarang. Cerpen asalan gue ini terinspirasi dari karakter anime, Iwasawa di Angel Beats dan lagunya. Jadi maaf kalo ada kesamaan ceritanya. Iwasawa itu karakter favorit gue btw. Genre cerita ini Drama dan Gaje(?) alur. Cekidot!
Manusia adalah
makhluk sosial. Mereka tidak bisa hidup sendiri. Mereka dilahirkan ke dunia ini
untuk saling melengkapi satu sama lain. Namun hal tersebut tidak sependapat
denganku. Aku merasa bahwa aku dilahirkan sebagai manusia yang ditakdirkan untuk
hidup sendirian di muka bumi ini. Meskipun aku memiliki keluarga dan teman tapi
mereka tidak mampu menghilangkan rasa sepi yang sering melanda kepadaku.
Keluargaku bisa dikatakan sebagai orang yang kaya. Oleh karena itu orang tuaku sangat
sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, demi mempertahankan kekayaan
mereka. Aku memiliki seorang adik laki-laki yang duduk di bangku sekolah
menengah pertama. Ia memiliki kecerdasan di atas rata-rata untuk anak
seumurannya. Wajar saja jika ia sering mengikuti berbagai macam perlombaan baik
tingkat nasional maupun internasional. Sedangkan aku adalah seorang siswi biasa
yang sedang menempuh pendidikan di bangku sekolah menengah atas.
Semua orang pasti memiliki mimpinya
masing-masing. Begitu juga denganku yang memiliki banyak mimpi. Salah satu
mimpiku adalah memiliki kehidupan yang indah dan bahagia. Aku hidup di keluarga
yang tidak harmonis. Ayah dan Ibuku selalu bertengkar. Aku sudah lelah dan muak
mendengar pertengkaran mereka. Wajar saja jika terkadang aku suka memutar musik
dengan keras atau aku memilih kabur dari rumah lewat jendela kamarku untuk
menghindari pertengkaran mereka. Jika mood-ku sedang tidak tidak baik,
aku juga sering ikut masuk dalam pertengkaran mereka. Aku ingin menghentikan
pertengkarn tersebut tapi aku justru kena batunya. Anehnya, adik bungsuku tidak
merasakan hal yang sama denganku. Ia merasa nyaman saja dengan pertengkaran
orang tuaku. Lagi pula ia disibukkan dengan berbagai macam jadwal les yang ia
ikuti.
“Kenapa kamu belum mengurusi masalah
sertifikat tanah itu?” tanya seorang pria paruh baya.
“Aku ini sibuk, mas. Jadi aku tidak
punya waktu untuk mengurusi masalah sertifikat tanah itu. Kamu kan bisa urus
sendiri.” jawab seorang wanita yang sedang duduk di sofa sambil menonton
televisi.
“Apa? Kamu bilang kalau kamu sibuk?
Kamu itu santai-santai aja. Aku justru yang sibuk. Aku kan minta tolong ke
kamu. Ini kan demi masa depan kita sekeluarga.” cetus sang pria.
“Aku ini juga sibuk, mas. Kantor
kamu kan dekat dengan kantornya.”
“Ya tapi jadwalku selalu padat.
Lihat kamu sekarang juga lagi santai. Sedangkan aku baru pulang dari kantor.
Kamu seharusnya mengerti kondisi aku sebagai istri.” bantahnya.
“Aku ini manusia. Aku juga punya
rasa lelah dan letih. Aku juga kerja untuk aku dan anak-anakku.”
“Halah.. alasan kamu saja. Uang kamu
juga dipakai untuk berfoya-foya. Apakah uangku tidak cukup untuk kehidupan
kita, hah?” bentaknya.
“Cukup kok tapi aku juga ingin
berkarir. Aku ini punya otak yang cerdas. Sayang kalau tidak digunakan.”
“Woi kalian yang diluar. Bisa diam
tidak? Lagi belajar nih. Besok ada ulangan.” Aku memotong pertengkaran mereka
sambil berteriak dari dalam kamar.
“Lihat itu anakmu. Karena kamu yang
sibuk kerja, dia jadi tidak ada yang mengurus. Dia jadi kurang ajar seperti itu.”
tuduh sang pria.
“Loh kenapa aku yang disalahin? Dia
kan sudah dewasa. Dia sudah bisa mengurusi dirinya sendiri. Lagipula kamu kan
kepala keluarga. Seharusnya kamu yang mendidik dia dengan baik.” cetusnya.
“Tapi kamu itu ibunya. Kamu yang
melahirin dia.” tegasnya.
“Sudah ah.. aku ngantuk. Aku mau
tidur.” Wanita berkepala tiga tersebut pergi ke kamar meninggalkan suaminya
yang masih berada di ruang keluarga.
***
Sejak kecil, kehidupanku sudah
diatur oleh orang tuaku. Aku bagaikan robot yang sudah terprogram untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak sang penciptanya. Namun aku mulai
sadar bahwa aku tidak bisa terus menerus hidup dalam peraturan orang tuaku. Aku
ingin bebas. Aku ingin menggapai impianku. Oleh karena itu, aku mulai menentang
apa yang mereka perintahkan. Aku berpikir bahwa mereka juga tidak peduli
denganku. Mereka menjadikan aku seperti robot demi kepentingan pribadi mereka.
“Kamu nanti les bahasa dan kursus
komputer ya. Ibu sudah mendaftarkanmu dan membayar biaya masuknya. Ini semua
demi masa depan. Besok sore kamu dijemput sama Pak Budi dan langsung pergi ke
tempat les bahasamu itu ya.” ucap Ibu.
“Hah? Kok Ibu tidak mengatakan
terlebih dahulu kepadaku? Aku tidak mau. Aku lelah, bu. Aku ingin istirahat.”
“Loh? Ini kan demi masa depanmu.
Kamu harus ikut pokoknya. Ibu sudah mahal bayarnya.”
“Salah sendiri kenapa Ibu tidak
meminta izinku terlebih dahulu. Pokoknya tidak ya tidak. Mau itu mahal atau
murah itu urusan ibu. Aku tidak peduli.” bantahku.
“Kamu kok tidak kasihan dengan Ibu
sih? Ibu susah payah mencari uang untuk masa depanmu dan adikmu?”
“Tapi Ibu juga tidak mengerti
perasaanku. Ibu tidak mengerti kondisiku. Aku punya impian sendiri, bu. Tolong
mengerti. Ibu sebaiknya keluar deh dari kamarku. Aku mau tidur.”
“Kamu kok gitu sih? Ibu akan kasih
tau Ayah. Biar kamu dimarahi dan diberi nasihat.” ucap Ibu sambil melangkah
kakinya keluar dari kamarku.
“Silahkan.. aku tidak takut dengan
Ayah.”
Aku sangat menyukai musik. Menjadi
seorang penyanyi solo yang terkenal adalah salah satu impianku. Di waktu luang,
aku sering menggunakannya dengan kemampuan menulis lagu atau menciptakan
nada-nada yang sembarang dengan gitar kesayanganku. Aku juga mencoba menjadi
penyanyi melalui Youtube. Beberapa video yang aku upload adalah video
menyanyiku yang mengcover lagu dari beberapa penyanyi yang aku sukai. Aku juga
sering mengupload video menyanyiku dengan lagu karanganku sendiri. Terakhir
video yang aku upload adalah video coveranku menyanyi lagu Astronaut
dari Simple Plan. Dan aku mendapatkan sekitar 500.000 viewers.
Meskipun begitu, aku tau bahwa mimpi
tersebut kemungkinan terbesar tidak akan pernah tercapai. Orang tuaku akan
melakukan segala hal agar aku mengikuti perintah mereka. Mereka akan sangat
marah jika mendapatkan aku dalam keadaan sedang bernyanyi atau bermain dengan
gitarku. Mereka juga sudah beberapa kali merusak gitarku sehingga aku harus
berulang kali untuk memperbaikinya dengan uang saku milikku.
Alasanku menyukai musik adalah aku
dapat merasakan ketenangan yang tidak akan ku dapatkan dari keluargaku ataupun
teman-temanku. Aku bisa terus bernyanyi dengan bahagia di dalam kehampaan dan
aku bisa meluapkan semua yang aku rasakan melalui musik. Oleh karena itu aku
ingin sekali menjadi seorang penyanyi terkenal. Aku ingin pergi dari kehidupan
yang tidak harmonis ini dan bertekad untuk tidak pernah kembali ke dalamnya.
Saat ini aku sedang membuat lagu
baruku. Tetapi aku masih mencari-cari nada yang cocok dengan laguku ini. Dan
aku perlu merombak kata-kata yang ada pada lirik laguku ini. Aku ingin segera
menyelesaikannya. Aku ingin menyanyikannya dan mendapatkan viewers di Youtube
lebih banyak lagi. Namun aku harus menunggu gitarku yang sedang diperbaiki.
Jari-jari tanganku sudah mulai haus dengan sentuhan senar gitar. Aku ingin
menunjukkan kepada orang tentang apa yang aku rasakan saat ini melalu lantunan
melody dari lagu yang aku ciptakan.
***
Aku adalah siswi kelas tiga sekolah
menengah atas. Aku menjalani aktivitas sehari-hari di sekolah dengan biasanya
seperti murid SMA pada umumnya. Aku juga memiliki teman di sekolah. Meskipun
terkadang terlintas di dalam pikiranku mengenai apa arti penting dari sebuah
pertemanan itu sebenarnya. Aku memiliki beberapa teman dekat di kelas. Awalnya
aku menganggap mereka adalah orang yang bisa mengerti keadaanku dan mau
menerimaku dengan apa adanya. Tapi aku disadarkan bahwa mereka hanya ingin
memanfaatkan kemampuan yang aku punya. Disaat aku benar-benar membutuhkan
mereka, justru mereka tidak ada di sampingku. Satu per satu dari mereka mulai menjauhiku.
Aku sangat menyadari hal tersebut. Gerak-gerik dan sikap mereka yang mulai
berubah. Sesekali aku melihat mereka bersama dengan orang lain. Mereka bercanda
tawa dengan orang lain dan terlihat lebih menyenangkan daripada ketika mereka
bersamaku. Aku cemburu. Ya tentu saja aku cemburu. Tapi aku bukan penyuka
sesama jenis. Aku iri melihat mereka. Dan aku sedih saat aku sadar bahwa mereka
mulai meninggalkanku dan datang kembali saat mereka membutuhkanku.
“Mizuki, kamu jadi kan menemaniku
pergi ke toko kaset hari ini? Aku ingin
menunjukkan kepadamu lagu terbaru dari One Ok Rock. Kau harus mendengarkannya.”
pintaku kepada teman yang duduk di sampingku.
“Maafkan aku.. tapi aku sudah punya
janji dengan Minami dan yang lain untuk pergi karoke seusai sekolah.”
“Tapi kamu kan sudah janji kemarin.
Kamu akan menemaniku ke Akihibara.” Ucapku dengan sedih.
“Ah maaf tapi aku tidak enak jika
menolak tawarannya Minami. Kamu kan bisa sendiri atau mengajak orang lain ke
sana.” Ia kemudian menampakkan sebuah senyuman. Tapi bagiku senyuman itu adalah
senyumana palsu.
“Tapi aku tidak tau ha---..”
“Ah aku harus pergi ke toilet.
Darurat nih. Maaf ya.” Potongnya. Ia kemudian pergi meninggalkanku dikelas. Aku
tidak tau apakah ia benar-benar pergi ke toilet atau justru dia benar-benar
menghindariku. Aku merasakan sesak di dada. Ingin aku salahkan semua ini kepada
Tuhan. Ia menciptakanku tapi aku tidak dapat hidup bahagia. Aku ingin semua ini
berakhir.
Seperti halnya para perempuan, aku
juga bisa jatuh cinta. Aku mulai tertarik dan menyimpan perasaan dengan teman
sekelasku sendiri sejak kelas dua. Alasan mengapa aku bisa jatuh hati dengannya
adalah dia terlalu baik, bertanggung jawab dan dia memiliki nasib keluarga yang
sama denganku. Aku dan dia juga cukup dekat. Belakangan ini aku dan dia sering chatting
dan berbagi cerita serta pengalaman. Aku juga mulai nyaman dengan
pembicaraannya. Meskipun begitu aku tidak bisa terlalu berharap banyak darinya.
Aku takut jika aku akan jatuh dan hanya akan menambahkan rasa sakit di dada.
[20:24,
06/08/2014]
Hey!
Lagi apa?
[20:26,
06/08/2014]
Lagi
dengerin musik aja. Kamu?
[20:30,
06/08/2014]
Lagi
bosen nih hehe.
[20:33,
06/08/2014]
Dengerin
musik aja biar gak bosen.
[20:37,
06/08/2014]
Iya
deh.
Oh
iya, aku mau ngomong sesuatu.
[20:39,
06/08/2014]
Mau
ngomong apa nih?
[20:42,
06/08/2014]
Hehe..
aku mau ngomong kalau aku tertarik dengan kamu.
[20:45,
06/08/2014]
Apaan
sih?
[20:48,
06/08/2014]
Aku
itu seneng bisa dekat dengan kamu.
[20:50,
06/08/2014]
Syukur
kalau masih ada orang yang seneng bisa dekat dengan aku.
Malam itu aku benar-benar merasa
bahagia. Aku tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya. Aku terus membaca
ulang obrolan antara aku dan dia hingga aku terlelap tidur. Aku tidak menyangka
bahwa dia juga memiliki rasa yang sama denganku. Tapi kebahagiaanku ini hanya
berlangsung selama dua hari. Aku mendengar kabar bahwa dia telah berpacaran
dengan teman sekelasku. Aku seperti dijatuhkan dari atas apartemen. Sakit dan
sesak rasanya. Aku tak menyangka. Dia mengatakan tertarik kepadaku dua hari
yang lalu tapi mengapa dia justru berpacaran dengan teman sekelasku sendiri.
Apakah mungkin dia hanya ingin memanfaatkanku atau dia hanya ingin memainkanku?
Aku harusnya sadar saat itu. Dia tak akan mungkin melihatku sebagai perempuan yang
ia suka. Aku juga harusnya sadar bahwa aku tak akan pernah merasakan cinta yang
tak bertepuk sebelah tangan. Aku benar-benar bodoh. Hal yang aku takuti justru
benar-benar terjadi kepadaku. Aku sudah lalai.
***
Malam ini benar-benar dingin.
Sebentar lagi musim dingin akan datang. Aku memutuskan untuk mengambil gitar
kesayanganku yang sudah selesai diperbaiki. Aku ingin segera menyanyikan lagu
terbaruku. Belakangan ini aku merasakan sakit berturut-turut sehingga aku bisa
mendapatkan ide untuk memperbaiki lirik lagu yang sudah lama aku tulis. Aku
menikmati setiap hembusan angin malam yang menyentuh kulitku. Aku mempercepat
langkahku menuju toko dimana gitarku berada. Aku sangat senang karena aku akan
bertemu dengan gitarku. Tetapi kesenangan tersebut hanya sesaat. Aku tak
sengaja melihat Ibu dan teman-temannya pergi ke sebuah bar bersama beberapa
pria yang lebih muda darinya. Aku tercengang dan kaget melihat pemandangan yang
ada didepanku. Mood-ku mulai menurun. Sebenarnya aku sudah sering
melihat Ayah atau Ibu-ku bersama lawan jenis mereka dan pergi ke bar. Meskipun
begitu tetap saja aku merasa sedih. Hal itu wajar karena aku adalah anak
mereka.
Aku melanjutkan perjalananku. Aku
berusaha melupakan yang aku lihat dan tetap fokus pada tujuanku. Namun baru
beberapa menit aku melihat Ibuku, aku melihat dia dan pacarnya. Orang yang
pernah aku sukai pergi berdua bersama pacar barunya. Sesak di dadaku semakin
bertambah. Mood baikku semakin menurun. Mengapa ketika aku baru saja
merasa bahagia, aku mendapatkan kesedihan? Aku sering berpikir tentang siapa
yang salah. Tuhan, orang tuaku atau justru aku sendiri yang salah? Tanpa aku
sadari, air mataku menetes. Aku segera mengusapnya dan kembali fokus kepada
tujuanku. Aku harus melupakan atas apa yang aku lihat dengan secepatnya. Aku
ingin mengambil gitarku dan segera merekam video menyanyiku serta menguploadnya
lagi.
***
“Aku pulang..” ucapku sambil
melepaskan sepatu coklatku dan meletakkannya kembali ke dalam rak sepatu. Namun
tak ada yang menjawabku. Aku pergi menuju kamarku yang berada diatas. Aku
melihat adikku sedang menonton televisi. Tidak biasanya dia melakukan hal ini.
Biasanya ia sedang asyik belajar di kamarnya.
“Nonton ya? Tidak biasanya kamu
nonton?” tegurku.
“Bukan urusanmu.” ucapnya.
“Aku kan saudaramu jadi aku wajar
jika aku ingin tau apa yang kamu lakukan.”
“Aku tidak peduli.” Ia kemudian
mematikan televisi dan masuk ke kamar. Ia sering mengabaikanku. Ia seperti
tidak menganggapku sebagai saudaranya. Aku hanya tercengang dan diam. Aku
merasa sedikit sesak. Namun aku segera menyusul pergi ke kamarku. Aku ingin
segera memainkan gitarku dan mendengarkan melodi merdu dari gitarku.
Aku meletakkan tas ke atas kasur dan
segera mengambil laptop. Aku membuka webcam. Aku ingin cepat-cepat menyanyikan lagu yang aku
ciptakan sendiri. Aku mengambil gitarku dan memulai memainkannya. Sebelumnya
aku telah melatih nada untuk lagu baruku menggunakan gitar yang ada pada klub
musik di sekolah. My Song menjadi judul lagu yang tepat untuk lagu ciptaan
baruku ini.
Hariku berakhir
ketika aku mencoba menemukan tempat melupakan gangguanku
Langit berwarna
abu-abu,
membuat aku tak bisa
melihat apapun diluar
Orang berfikir
seperti mereka punya akal sehat tertawa,
kebohongan apalagi
yang mereka katakan berikutnya?
Bagaimana mereka bisa
menghargai apa yang mereka dapat dengan kebohongan?
Tapi kita harus
bergerak maju, menuju esok hari.
Jadi aku akan
bernyanyi seperti ini
Kau mungkin menangis,
kau mungkin kesepian
tapi itu sempurna, itulah
manusia
air mata yang kau
tumpahkan
terimakasih telah
memberikan kehidupan kepada kamu-- indah, jujur, dan nyata
Aku terus menyanyikannya, menikmati
setiap nada dan melodi yang dihasilkan dari gitarku. Aku begitu menikmati lagu
baruku ini. Aku menyanyi dengah bahagia dalam kehampaan dan kesedihan. Aku
sangat menyukai lagu ini dibanding lagu-lagu yang sebelumnya pernah aku
ciptakan. Tak terasa air mataku kembali jatuh.
Brakk!! Sesaat setelah lagu baruku
selesai dinyanyikan, aku mendengar hentaman pintu dari kamar otang tuaku. Aku
sudah hafal apa yang terjadi. Mereka sedang bertengkar. Dan aku yakin
penyebabnya. Ibuku baru pulang dan pasti ia dalam keadaan mabuk. Hatiku
bergetar. Aku tergerak untuk keluar untuk melihat apa yang terjadi dan
menghentikan pertengkaran mereka yang akan mulai.
“Kamu itu tau kalau aku sibuk. Aku
ini capek, mas! Aku juga butuh hiburan!”
“Banyak alasan. Kalau gitu lebih
baik kita cerai saja. Aku lelah hidup sama kamu.”
“Kamu tidak bisa menceraikanku. Aku
tidak mau!” ucap Ibu.
“Kalau tidak mau ya berhenti
bekerja!” bentak Ayah.
“Aku tidak mau! Aku ingin bekerja!”
“Kalau begitu lebih baik kamu mati
saja.” Ayah kemudian mendorong Ibu mendekati pagar tangga lantai atas. Wajah
Ayah terlihat sangat menyeramkan. Ia sudah seperti pembunuh.
“Hentikan mas. Hentikan! Aku mohon!
Maafkan aku!” rengek Ibu.
“Aku tidak peduli. Kau sangat
menyebalkan.” Ayah terus mendorong Ibu. Sedangkan Ibu terus menahan Ayah dengan
sekuat tenaganya. Aku terdiam lemah atas apa yang aku lihat. Kakiku gemetar. Aku
melihat ke arah adikku yang keluar dari kamarnya. Ia hanya bisa tercengang. Aku
berjalan menuju Ayah dan Ibuku. Aku ingin menghentikan mereka. Aku sudah lelah.
Aku tak ingin mereka menambahkan beban dalam hidupku.
“Hentikan!!!” teriakku sambil
melerai kedua orang tuaku. “Hentikan Ayah!!! Hentikan!.” Aku menarik lengah
Ayah yang berada di bahu Ibu tapi Ayah tidak memperdulikanku. Ia mendorongku
hingga aku jatuh. Aku bangkit kembali dan menarik lengan Ayah kembali.
“Ayahhh!!!!” Aku berteriak. Tapi Ayah tetap saja mengabaikanku. Tiba-tiba
tangan kekarnya itu mendorongku dengan keras hingga aku jatuh berguling-guling
di tangga ke lantai bawah. Tubuhku terasa sakit. Tulangku remuk. Kepalaku
terhentak di setiap anak tangga. Aku bisa mendengar suara teriakan Ibu sebelum
pandanganku berubah menjadi gelap.
***
Aku mulai membuka kedua mataku. Aku
melihat sebuah cahaya terang yang menyilaukanku. Dan aku melihat sesosok
seorang berbadan besar yang menggunakan jubah hitam. Aku bertanya-tanya tentang
keberadaanku. Aku tak melihat siapa pun selain pria yang bertubuh besar itu.
Aku berada di sebuah ruangan putih yang kosong dan hampa. A ku tidak ingat apa
yang telah terjadi padaku. Tubuhku terasa kaku dan dingin. Mulutku terasa berat
untuk bertanya hingga aku dapat mendengar suara yang awalnya samar-samar
menjadi jelas.
“Ia mengalami radang pada otaknya
karena darahnya yang menggupal. Maafkan kami. Kami sudah berusaha semaksimal
mungkin tapi Tuhan berkata lain.” Aku tak mengenali suara pria tersebut tapi
aku menduga bahwa dia adalah seorang dokter dari apa yang ia bicarakan.
Tiba-tiba aku mendengar suara tangisan dari seorang wanita yang suaranya sudah
tak asing bagiku. Ya dia pasti itu adalah Ibuku. Aku masih belum mengerti apa
yang terjadi. Aku tak melihat apa-apa tapi aku bisa mendengar sesuatu.
“Kau terjatuh dari tangga dan aku
datang untuk menyelamatkanmu.” Ujar seorang pria besar itu. Suaranya begitu
berat dan menyeramkan. Seketika aku teringat apa yang telah terjadi. Aku
terjatuh dari tangga. Tapi aku tak mengerti apa yang telah terjadi setelahnya.
Otakku tak mampu berpikir saat ini. Aku teringat bahwa aku juga pernah
mengalami hal yang sama. Aku menjadi korban dari pertengkaran orang tuaku.
Ibuku pernah tak sengaja mendorongku hingga kepalaku terhentak keras di meja
dapur yang terbuat dari batu. Kepalaku berdarah saat itu dan aku terjatuh
pingsan. Saat itu aku dirawat lebih dari dua minggu di rumah sakit. Dokter
mengatakan bahwa aku mengalami penggumpalan darah di otak. Aku juga perlu
melakukan terapi. Tapi akhir-akhir ini aku merasakan sakit kembali di kepalaku.
Aku tak punya waktu untuk memeriksanya. Aku baru menyadari bahwa ini ada
hubungannya mengapa aku bisa berada disini. Kepalaku terhantuk kembali saat aku
jatuh dari tangga.
“Ayo kita pergi. Kau akan pergi ke
dunia yang berbeda dari manusia.” Pria tersebut membubarkan lamunanku. Aku
sekarang mengerti. Aku sudah berada di dunia yang berbeda. Alasan Ibuku
menangis tadi adalah karena aku tidak bisa diselamatkan lagi. Aku terdiam
sejenak. Haruskah aku sedih atau bahagia? Aku akan pergi meninggalkan orang
tuaku dan tak akan pernah mendengarkan pertengkaran kedua orang tuaku lagi.
Namun banyak hal yang masih aku sesali. Aku belum sempat menggapai impianku.
Aku masih belum menunjukkan kepada dunia lagu baruku yang menjadi lagu terbaik
yang pernah aku ciptakan. Dan aku masih ingin bernyanyi. Lagi-lagi impianku tak
tercapai dan aku tak tau siapa yang harus disalahkan. Aku pernah berpikir untuk
menyalahkan Tuhan karena ia menciptakanku tanpa memberikan kebahagiaan
kepadaku. Namun ini juga salah orang tuaku yang tidak pernah memperdulikan aku
sebagai anak mereka. Tapi aku juga pernah berpikir mungkin akulah yang salah.
Semuanya sudah selesai. Kehidupanku yang kelam dan impianku sudah lenyap. Aku
tidak mampu berbuat apa-apa selain ikut pergi dengan pria besar berjubah hitam
yang menyeramkan itu.